Tahu petis Yudhistira pertamanya dibuka di
bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Lokasi pasar menjadi pilihannya untuk
menjajakan tahu petisnya. Menyasar konsumen Ibukota yang heterogen,
selain itu juga untuk mengobati rindu akan jajanan kampung halaman bagi
mereka warga asli Semarang.
"Saya meracik sendiri rasa petisnya agar tidak terlalu manis dan
berkesan Jawa banget," kata Wieke, pemilik tahu petis Yudhistira.
Untuk melakukan inovasi ini, Wieke hanya butuh waktu dua bulan.
Uniknya, Wieke melibatkan sang suami dan keluarganya yang berasal dari
Sumatera untuk mencoba petis buatannya. "Mereka bilang enak dan rasanya
pas di lidah," kenang Wieke.
Petis buatan perempuan yang gemar hobi wisata kuliner ini memiliki
rasa dan aroma udang yang kuat. Harganya juga murah hanya Rp2.500.
Namun bagi perempuan kelahiran Semarang, Jawa Tengah ini, kendala
itu tidak menyurutkan tekadnya. Ia mendapat kesempatan berjualan di
lokasi yang lebih baik, dekat dengan swalayan di daerah Santa, Jakarta
Selatan. Tak lama berselang ia pun mampu melebarkan sayapnya hingga ke
pusat belanja modern, tepatnya di ITC Kuningan, Jaksel.
Menyadari potensi tahu petisnya bisa merambah tidak hanya kalangan
bawah tapi juga menegah ke atas, lulusan magister salah satu Universitas
Swasta di Jakarta ini pun mulai fokus mengangkat citra jajanan
tradisional tahu petis menjadi salah satu makanan modern.
Semua strategi itu menyangkut tampilan, kemasan, penyajian, cara penjualan, lokasi hingga stategi pemasaran.
“Saat itulah kita mulai memikirkan branding-nya. Kita ingin tahu petis ini menarik dari mulai kemasannya, cara penyajiannya sampai marketing-nya. Semua channel marketing kita manfaatkan, dari online, offline, serta pameran-pameran, hingga melalui media,” jelasnya.
Dari sini ekspansi tahu petis khas Semarang yang ditawarkan oleh
Wieke mulai mewabah di ibukota. Berkat konsep yang kuat, tahu petis khas
semarang ini berhasil memasuki salah satu mal besar di Jakarta yaitu
Plaza Indonesia. Bagi Wieke sendiri brand dengan konsep yang kuat merupakan kekuatan sebagai identitasnya sehingga bisa berkembang seperti sekarang ini.
“Kita memperhatikan hal yang detail, tidak hanya dari kemasan dan
logo saja, tapi dari cara kita mengkomunikasikan produk. Ternyata trik
itu berhasil. Walaupun makanan tradisional kaki lima tapi bisa dinaikkan
gengsinya sehingga bisa dijual di tempat-tempat bergengsi,” ungkapnya.
Puncaknya pada tahun ini, Wieke dengan tahu petis khas Semarangnya
berhasil menjadi pemenang pada ajang wanita wirausaha yang
diselenggarakan oleh salah satu majalah wanita di Jakarta. Dari
kemenangan ini istri dari Donny Taufik ini mendapatkan tambahan modal
yang digunakannya untuk pengembangan usaha.
Saat ini pengembangan terus dilakukan Wieke dengan tidak hanya
menjual tahu, tapi juga menjual bumbu petis dalam kemasan botol yang
juga sudah tersedia di supermarket besar. Petis Yudhistira ini tidak
hanya dapat dijadikan saus untuk aneka gorengan tapi juga dapat
dijadikan sebagai bumbu dalam masakan.
Meski tahu petis merupakan kudapan kaki lima di kota asalnya, Wieke
berhasil memboyongnya menjadi makanan favorit kelas menengah hingga
atas. Waralaba Tahu Petis Yudhistira pun berkembang signifikan. Dari
hanya tiga gerai terwaralaba, dalam setahun kini berkembang hingga 19
gerai.
0 comments:
Post a Comment