Monday, 23 November 2015

Tahu petis Yudhistira pertamanya dibuka di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Lokasi pasar menjadi pilihannya untuk menjajakan tahu petisnya. Menyasar konsumen Ibukota yang heterogen, selain itu juga untuk mengobati rindu akan jajanan kampung halaman bagi mereka warga asli Semarang.
 
"Saya meracik sendiri rasa petisnya agar tidak terlalu manis dan berkesan Jawa banget," kata Wieke, pemilik tahu petis Yudhistira.
 
Untuk melakukan inovasi ini, Wieke hanya butuh waktu dua bulan. Uniknya, Wieke melibatkan sang suami dan keluarganya yang berasal dari Sumatera untuk mencoba petis buatannya. "Mereka bilang enak dan rasanya pas di lidah," kenang Wieke.
 
Petis buatan perempuan yang gemar hobi wisata kuliner ini memiliki rasa dan aroma udang yang kuat. Harganya juga murah hanya Rp2.500.
 
Namun bagi perempuan kelahiran Semarang, Jawa Tengah ini, kendala itu tidak menyurutkan tekadnya. Ia mendapat kesempatan berjualan di lokasi yang lebih baik, dekat dengan swalayan di daerah Santa, Jakarta Selatan. Tak lama berselang ia pun mampu melebarkan sayapnya hingga ke pusat belanja modern, tepatnya di ITC Kuningan, Jaksel.
 
Menyadari potensi tahu petisnya bisa merambah tidak hanya kalangan bawah tapi juga menegah ke atas, lulusan magister salah satu Universitas Swasta di Jakarta ini pun mulai fokus mengangkat citra jajanan tradisional tahu petis menjadi salah satu makanan modern.
 
Semua strategi itu menyangkut tampilan, kemasan, penyajian, cara penjualan, lokasi hingga stategi pemasaran.
 
“Saat itulah kita mulai memikirkan branding-nya. Kita ingin tahu petis ini menarik dari mulai kemasannya, cara penyajiannya sampai marketing-nya. Semua channel marketing kita manfaatkan, dari online, offline, serta pameran-pameran, hingga melalui media,” jelasnya.
 
Dari sini ekspansi tahu petis khas Semarang yang ditawarkan oleh Wieke mulai mewabah di ibukota. Berkat konsep yang kuat, tahu petis khas semarang ini berhasil memasuki salah satu mal besar di Jakarta yaitu Plaza Indonesia. Bagi Wieke sendiri brand dengan konsep yang kuat merupakan kekuatan sebagai identitasnya sehingga bisa berkembang seperti sekarang ini.
 
“Kita memperhatikan hal yang detail, tidak hanya dari kemasan dan logo saja, tapi dari cara kita mengkomunikasikan produk. Ternyata trik itu berhasil. Walaupun makanan tradisional kaki lima tapi bisa dinaikkan gengsinya sehingga bisa dijual di tempat-tempat bergengsi,” ungkapnya.
 
Puncaknya pada tahun ini, Wieke dengan tahu petis khas Semarangnya berhasil menjadi pemenang pada ajang wanita wirausaha yang diselenggarakan oleh salah satu majalah wanita di Jakarta. Dari kemenangan ini istri dari Donny Taufik ini mendapatkan tambahan modal yang digunakannya untuk pengembangan usaha.
 
Saat ini pengembangan terus dilakukan Wieke dengan tidak hanya menjual tahu, tapi juga menjual bumbu petis dalam kemasan botol yang juga sudah tersedia di supermarket besar. Petis Yudhistira ini tidak hanya dapat dijadikan saus untuk aneka gorengan tapi juga dapat dijadikan sebagai bumbu dalam masakan.
 
Meski tahu petis merupakan kudapan kaki lima di kota asalnya, Wieke berhasil memboyongnya menjadi makanan favorit kelas menengah hingga atas. Waralaba Tahu Petis Yudhistira pun berkembang signifikan. Dari hanya tiga gerai terwaralaba, dalam setahun kini berkembang hingga 19 gerai.

0 comments:

Post a Comment